Adsense Link 728 X 15;

Indentitas China di Beijing

Posted by selaluadadisiniuntukmu Jumat, 10 Februari 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300
Indentitas China di Beijing

Jufrizal
Melaporkan dari China



HAMPIR 
delapan belas jam perjalanan dari Nanchang akhirnya kereta api saya tumpangi berhenti di The Beijing Railway Station. Dari dalam gerobong saya melihat langit kota Beijing. Pohon-pohon gundul berjajar di tepi jalan. Udara dingin menusuk tulang. Sungai-sungai telah membeku. Tak ada timbunan sampah atau bau busuk dari saluran limbah.

â??Apakah ini Beijing? Tanya saya dalam bahasa mandarin, pada seorang wanita yang duduk berhadapan dengan saya.

â??Iya,â? jawabnya singkat.
â??Sangat indah,â? ujar saya lagi.

Musim dingin merenggut kehijauan kota. Suhu udara -5 derajat celcius. Sangat dingin. saya harus memakai baju jaket berlapis ketika tiba di Beijing. Dinginnya tak separah kota Nanchang tempat saya menetap sekarang.

Dari kejauhan sudah terlihat sederatan bangunan-bangunan tua. Letaknya hampir saya jumpai di sudut-sudut kota. Mencolok mata karena keunikannya berada di tengah kota metropolitan. Warga disiplin. Serba teratur. Para penumpang dengan sabar mengantri di setiap halte bus.

Liburan musim dingin, saya dan beberapa teman dari Makasar serta Tajikistan memutuskan pergi ke Beijing untuk melihat peninggalan-peninggalan sejarah China masa lampau. Dan sebagian teman dari Indonesia pulang mudik ke tanah air melepas rindu dengan keluarga selama hampir dua bulan.

Di muka sebuah hotel bergaya kuno taksi berhenti. Koper diturunkan dari bagasi. Hotel empat lantai itu tak semegah gedung-gedung yang meninju langit di kota-kota besar. Ruang lobinya kental dengan suasana China masa lampau.

Hotel kami menginap inipun tidak jauh dari Tembok Besar Badaling (The Great Wall), Kota Terlarang (Forbidden City), Gerbang Tian An Men, dan Taman Kuil langit (Tiantan Beijing). Cukup strategis.
Hari-hari selanjutnya, kami berkunjung ke semua tempat objek wisata yang kaya sejarah itu. Hanya dengan mengandalkan sebuah peta. Bergantian bus untuk mencapai tujuan. Saya takjub melihat semua situs peninggalan sejarah bangsa China.

Bayangkan, sudah ribuan tahun sudah berlalu masa kerajaan berkuasa di tanah Tiongkok, bangunan-bangunan sejarahnya masih tetap terjaga dan terawat dengan baik. Pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) benar-benar memberikan perhatian istimewa akan jadi dirinya di mata dunia sebagai bangsa yang berperadaban tinggi.

Melihat kenyataan akan kepedulian Pemerintah China terhadap peninggalan budayanya, memberikan pemahaman dalam benak saya, kalau dipikir-pikir Aceh mungkin bisa meniru langkah yang diambil oleh China dalam bidang pelestarian aset-aset sejarah. Bukankah Aceh kaya akan sejarah masa lampau juga. Tapi kenyataannya, pemerintah kita kurang respek akan pelestarian cagar budaya bangsanya.

Pernah sebelum saya berangkat ke China, saya mengunjungi rumah Cut Nyak Dhien. Sungguh prihatin mendengar cerita penjaga rumah sejarah itu. Dia bertutur pada saya, biaya perawatan atau gaji untuknya saja dari para pengunjung yang berhati dermawan. Masih banyak lagi cagar-cagar budaya yang tak terurus di Aceh. Saya tersenyum sendiri mengingat Aceh.

Malam telah menyapa kota Beijing. Udara dingin terasa membekukan kulit. Kami akhirnya kembali ke hotel. Ya walaupun area Kota Terlarang (Forbidden City) belum kami tuntas jelajahi selama dua jam. Sangat luas.

* Jufrizal adalah Alumni Fakultas Dakwah. Kuliah S2 bidang Jurnalistik di Nanchang University- China.

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar