Adsense Link 728 X 15;

Muara Sangkarut Pemilukada Aceh

Posted by selaluadadisiniuntukmu Rabu, 01 Februari 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300
Muara Sangkarut Pemilukada Aceh

Berakhir sudah pertarungan penentuan hari pelaksanaan pemungutan suara. KIP Aceh akhirnya menyerah.

Murthalamuddin

Oleh Murthalamuddin

Setelah sekian lama berperang di berbagai arena, akhirnya tanggal 9 April 2012 pemungutan suara Pemilkadasung akan terjadi. Keputusan ini seperti akan mampu meredakan perang politik yang mengguncang Aceh. KIP Aceh yang selama ini berkeras dan terkesan terkooptasi dengan penguasa, kini dipaksa tunduk pada kemauan politik mayoritas.

Putusan ini seperti menjadi semacam win win solution. PA yang awalnya menolak calon independen akhir menyerah juga. Dengan mendaftarkan calon maka dipastikan mereka akan berpartisipasi dalam pesta demokrasi kali ini. Pasca keputusan ini suhu politik pun menjadi turun serta merta. Bilapun ada pihak yang tidak puas sepertinya mereka tidak punya upaya hukum untuk melakukan langkah baru.

Bila mengulang kaji sangkarut politik ini tidak lepas terlalu berambisinya KIP Aceh untuk melaksanakan Pemilukada sesuai keinginan penguasa saat ini . Tudingan ini karena seharusnya KIP berperan sebagai tukang masak. Namun kemarin KIP berperan sebagai tukang masak sekaligus sebagai pemilik hajatan. Sehingga bumbu dan bahan belum siap,  mereka tetap berinisiatif menyajikan hidangan. Akibatnya mereka dikomplain pemilik hajatan sebenarnya yaitu kontestan dan pendukungnya. Mungkin faktor Ketua KIP yang merupakan pejabat karir birokrasi sehingga kemudian merasa gubernur adalah atasan langsung beliau. Akibat terbiasa hidup dalam komando birokrasi sehingga tidak sadar dirinya sedang memimpin lembaga independen.

Dipastikan kemelut Pemilukada tidak akan seruwet ini bila KIP tidak bersedia melaksanakan hajatan tanpa payung regulasi yang jelas. Yang terjadi malah sebaliknya KIP memaksa kehendak dengan mengesampingkan kekhususan Aceh dan berlindung di balik aturan yang berlaku secara nasional. Dari namanya saja KIP sudah berbeda dengan KPU. Seharusnya dalam kasus ini KIP menjadi semacam branded kekhususan Aceh di panggung nasional. Maka patut dipertanyaan empati ke Acehan mereka terutama pada sang Ketua KIP Aceh. Jiwa anak jajahan terlalu mendarah daging dalam diri mereka. Sehingga apa saja yang datang dari atas wajib dilaksanakan tanpa reserve.

Seharusnya kemelut qanun Pemilukada antara eksekutif dengan legislatif Aceh tidak menyeret keberpihakan KIP kepada eksekutif. Mereka bisa saja duduk manis menunggu sampai payung hukum selesai baru hajatan dilakukan. Sebagai lembaga independen tidak ada lembaga lain yang berhak memerintah mereka semena-mena. Tapi toh kemudian setelah menceburkan diri dalam konflik ini mereka harus menerima kekalahan. Akibatnya tentu mereka kehilangan kepercayaan dari banyak pihak dan dicurigai sebagai kaki tangan pihak lain. Ini menyebab para komisionernya kehilangan kredibilitas.

Semoga saja kasus ini menjadi semacam “iktibar” bagi mereka. Ke depannya masih ada kesempatan memperbaiki diri dengan menjadi netral senetral netralnya dalam hajatan ini. Cukup sudah kita dipermalukan karena ketidak-dewasaan kita dalam berpolitik. Dalam konflik Pemilukada jelas sekali kita tidak mampu mengurus rumah tangga sendiri. Hampir semua butuh turun tangan orang lain di Jakarta. Semua pihak harus malu atas sikap kekanak-kanakan ini. Inilah mental anak jajahan yang harus dibuang jauh-jauh. Mengapa harus dileraikan orang lain baru kita mau berdamai. Mengapa kita tidak bisa menempatkan ukhuwah sesama kita dan menempatkan hal lain seperti afiliasi politik di satu tempat tertentu pula.

Apa jadi dengan Aceh bila Kemendagri tidak ambil pusing dengan kemelut politik ini. Haruskah kita berperang sesama kita untuk sebuah tujuan yang sama sama absurd. Oleh karena itu sejak sekarang elite politik Aceh untuk lebih saling menerima dan mengisi. Jangan malah saling mempertonton kebodohan dan kedunguan kita. Karena pada akhirnya setelah di tengahi Jakarta toh tidak ada perlawanan yang massif lagi. Contohnya PA yang menolak independen dan Pemilukada dilaksana dengan Qanun Aceh. Akhirnya saat ini mereka terpaksa menerimanya juga.

Kenapa penerimaan ini tidak dilakukan dari awal saja. Bila tujuannya hanya karena ketakutan kalah dari incumbent tak perlu sampai merusak semua ukhuwah. Kekuasaan hanya alat politik. Tujuan sebenarnya telah dituangkan dalam idealisme partai masing-masing. Jangan lagi pelabelan atas nama rakyat hanya karena tujuan tujuan politis jangka pendek. Siapa saja boleh menang asal demi Aceh yang lebih baik dan bermartabat. Itu saja.[]

Follow Twitter
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar