Adsense Link 728 X 15;

Petani Aceh Barat Butuh Pabrik Karet

Posted by selaluadadisiniuntukmu Selasa, 21 Februari 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300
Petani Aceh Barat Butuh Pabrik Karet

Meulaboh – Para petani mengusulkan agar Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, membanggun pabrik pengolah bahan baku karet mentah guna memutuskan mata rantai penjualan dan meningkatkan perekonomian mereka.

“Dengan adanya pabrik pengolah bahan baku karet, pasti dapat menyejahterakan petani, karena sampai saat ini kami masih ketergantungan mengirim karet mentah, bukan bahan baku sudah diolah,” kata Ibnu Hajar, penderes karet di Desa Peunaga, Kecamatan Meureubo, di Meulaboh, Jumat 17 Februari 2012.

Ia menjelaskan, Kabupaten Aceh Barat dikenal sebagai salah satu kawasan memiliki produksi komoditas andalan perkebunan karet terbesar di Aceh, baik perusahaan swasta hibah pemerintah ataupun milik pribadi masyarakat.

Namun, sampai saat ini sebut Ibnu Hajar, masyarakat setempat masih ketergantungan mengirimkan hasil produksi getah/karet mereka ke penampung Medan, Sumatra Utara, melalui penampung lokal.

Dijelaskan, kondisi ini menyebabkan harga beli karet di kawasan mereka tidak akan pernah stabil, karena begitu panjangnya mata rantai penjualan, akibat belum tersedia satu unit pabrik pengolah bahan baku karet basah di wilayah itu.

“Ini saran mungkin dari kami petani kecil yang hanya mengumpulkan karet 5-10 Kg/hari dan saya rasa alternatif memutuskan mata rantai penjualan itu harus ada,” imbuhnya.

Lebih lanjut dikatakan, menyangkut harga beli karet basah (50 persen) bersih di kalangan mereka sejak tiga bulan terakhir masih bertahan Rp10.000/Kg, akibat produktivitas petani dan permintaan pasar nasional masih rendah.

“Namun bila dibandingkan dengan harga karet basah pada November 2011, justru harga Rp10 ribu saat ini sudah lumayan mengalami kenaikan walau hanya Rp3 ribu/Kg,” katanya.

Ia menyebutkan, pada pertengahan November 2011 harga beli karet di tingkat petani mengalami penurunan mencapai level terbawah yakni Rp7.500-Rp8.000/Kg, karena produksi mereka dinilai kotor akibat bercampur air.

Kendatipun demikian, kata Ibu Hajar, guna menutupi kebutuhan hidup keluarga profesi sebagai penderes karet tetap dijalankan meskipun dalam cuaca ekstrim saat ini dari pada hidup bermalas-malasan.

“Kalau tidak menderes mau berkerja apalagi, karena dari dulu juga harga beli karet itu tidak menentu, kadang naik kadang turun,” ujarnya. (ant)

Follow Twitter
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar