Adsense Link 728 X 15;

Wisata Komplit ala Ujong Kareng

Posted by selaluadadisiniuntukmu Sabtu, 10 Maret 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300
Wisata Komplit ala Ujong Kareng

Angin sepoi-sepoi, perpohonan yang rimbun serta pasir putih yang terhampar luas cukup memanjakan mata. Esotika pantai ini seakan semakin komplit dengan keberadaan Benteng Indra Patra yang memiliki catatan sejarah nan panjang. Selain itu, ada juga deretan pondok kuliner yang menyajikan berbagai makanan khas Aceh.

Benteng Indrapatra

Benteng Indrapatra (Harian Aceh/Junaidi Hanafiah)

Kamis (8/3), terasa lebih terik dari biasanya. Saat para penduduk di kota peninggalan Sultan Iskandar Muda ini bermandi peluh. Angin sepoi-sepoi di pantai ini justru membuat mata anak adam yang singgah disana terasa nyaman. Belaiannya laksana kasih seorang ibu.

Angin tadi juga menyebarkan bau harum dari ikan bakar yang baru di pesan para turis lokal. Mereka bercengkraman tak jauh dari lokasi penulis berada. Sepasang bocah terlihat sibuk menyusun pasir jadi bangunan semacam Kastil. Bangunan tadi beberapa kali runtuh karena dihantam air laut yang datang tiba-tiba.

“Dek, buatnya di dekat mama aja. Nanti terseret air laut dan tenggelam,” seru salah seorang wanita muda yang duduk diantara turis lokal tadi. Rupanya, sosok tadi merupakan orang tua dari bocah yang bermain pasir tadi. Namun seruan ini tidak juga digubris oleh sang bocah.

Tidak hanya mereka. Disudut kanan juga terlihat sepasang kekasih yang sedang memadu cinta. Didepan mereka, terlihat dua buah kelapa muda yang sudah dipotong rata permukaannya. Sesekali, mereka terlihat menarik minuman tersebut dan meneguknya secara bersamaan.

Ah, kita tinggalkan saja kegiatan para muda-muda ini. Pandangan beralih ke sebuah bangunan kuno peninggalan sejarah. Bangunan tersebut adalah Benteng Indra Patra.

Benteng Indra Patra ini dibangun dengan maksud utama untuk membendung sekaligus membentengi masyarakat semasa Kerajaan Lamuri berkuasa. Kerajaan Lamuri masih belum jelas keabsahan kapan berdirinya di Aceh. Namun secara umum, data mengenai kerajaan ini didasarkan pada berita-berita yang dikemukakan oleh pedagang-pedagang dan pelaut-pelaut asing (Arab, India, dan Cina) sebelum tahun 1500 M.

Sedangkan tujuan pendirian benteng ini adalah sebagai tempat pertahanan dari gempuran meriam-meriam yang berasal dari Kapal-kapal Perang Portugis. Disamping itu, benteng ini juga dipakai sebagai tempat beribadah Umat Hindu Aceh saat itu.

Nah, keberadaan benteng yang masih terlihat kokoh ini, ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis lokal maupun mancanegara untuk singgah disana. Paling tidak, saat penulis singgah ke daerah ini, terlihat empat atau lima kali, pengunjung lalu-lalang di dalam benteng sambil mengabadikan gambar mereka dengan kamera hanphone masing-masing.

“Daerah Ujong Kareng memang selalu ramai. Jika seandainya, pemerintah sedikit saya peduli untuk membangun fasilitas penunjang wisata di daerah. Ujong Kareng pasti akan lebih maju,”papar Saiful, 26, pemuda pemilik pondok kuliner.

Ya, Ujong Kareng, itulah nama lokasi wisata ini. Semua aktivitas yang terekam tadi juga berlangsung disana. Namun Pemerintahan Kabupaten Aceh Besar, lebih mengenai daerah ini sebagai salah satu dusun di Desa Ladong, Kecamatan Mesjid Raya. Daerah ini berjarak 21 KM dari pusat Kota Banda Aceh. Jarak ini pula yang menyebabkan pejabat di daerah itu lupa akan potensi alam disana.

Padahal, Ujong Kareng merupakan pusat wisata terkomplit di daerah pesisir Aceh Besar. Daerah ini memiliki tiga keunggulan yang tidak ada di tempat lain, yaitu wisata alam, wisata sejarah dan wisata kuliner.

“Ujong Kareng memang lebih terkenal dari Desa Ladong. Jika ada investor yang membangun daerah ini, mungkin akan lebih terkenal. Fanorama alam daerah ini tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lain di nusantara,” ucap Rusli Rasyid, Kepala Desa Ladong, Kamis (8/3).

Tidak hanya itu, lanjut dia, sejak dulu daerah ini juga sering dijadikan sarang bagi ratusan penyu di malam hari. Namun karena banyaknya penangkapan penyu secara illegal antara tahun 2001 hingga 2010, menyebabkan populasi penyu kian berkurang disana.

“Ini biasanya dilakukan oleh warga luar. Masyarakat saat ini telah membuat peraturan gampong untuk perlindungan tersebut. Kami ini menjaga keindahan Ujong Kareng dan Ladong pada umumnya sebagai warisan untuk anak cucu nanti,” tandas dia. Sebuah harapan yang datang dari lubuk hati yang paling dalam.

Hari sudah mulai gelap ketika penulis meninggalkan Ujong Kareng. Namun esotika daerah ini tidak juga luntur ketika kegelapan datang. Lampu kelap-kelip dari perahu nelayan serta suara jangkrik yang bersahutan membuat mata begitu mempesona. Ya, Ujong Kareng memang patut dijadikan lokasi pilihan wisata diakhir pekan. (murdani)

Follow Twitter
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar