Adsense Link 728 X 15;

LGN dan Upaya Melegalkan Ganja

Posted by selaluadadisiniuntukmu Jumat, 27 Januari 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300
LGN dan Upaya Melegalkan Ganja

Mencerdaskan kehidupan bangsa kadang perlu ada kontroversi, seperti informasi dalam buku Hikayat Pohon Ganja karya tim Lingkar Ganja Nusantara atau LGN. Organisasi ini berupaya legalkan ganja di Indonesia.

Oleh Makmur Dimila

Beberapa orang tengah membubuhi tanda tangan pada spanduk putih yang menyatakan mendukung ganja medis untuk peningkatan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS atau ODHA.

Tanda tangan mendukung ganja medis

Tim LGN saat menggalang tanda tangan mendukung penggunaan ganja medis di hotel Inna Garuda Yogyakarta, awal Oktober 2011.(Harian Aceh | Makmur Dimila)

Dhira ada di antara orang-orang itu. Ia berdiri melayani penandatangan sambil menjaja kaos berlambang daun marijuana pada setiap orang yang melanglang di hotel di Inna Garuda Yogyakarta.

Dhira turut menyodorkan saya kaos itu. “Saya dari Aceh,” bisik saya padanya. Ia tersentak. Kaget. “Pas sekali,” kata dia, menyeringai senyum. Ia minta saya bincang-bincang soal ganja, khususnya di Aceh.

Dhira, sapaan Dhira Narayana, Ketua Lingkar Ganja Nusantara atau LGN, sebuah organisasi yang mengangkat isu pohon ganja dalam kaitannya dengan aspek sosial, budaya, hukum, medis, industri, agama, dan lain-lainnya.

LGN lahir dari Grup Dukung Legalisasi Ganja (DLG) di Facebook 4 Januari 2008. Pada 2011 ketika anggota DLG mencapai 42.000, grup itu ditutup pihak yang tak diketahui Dhira dan kawan-kawan.

Namun sebelumnya, Mei 2010, DLG melakukan aksi damai dengan membagikan selebaran berisi informasi objektif terkait pohon ganja di sekitar Bundaran HI Jakarta, dalam rangka memperingati Global Marijuana March yang diperingati setiap Sabtu pertama di bulan Mei.

Momen itu dimanfaatkan untuk membentuk sebuah organisasi yang mewadahi isu tersebut; yang kemudian dikenal dengan nama Lingkar Ganja Nusantara.

LGN menyadari, isu pohon ganja selalu menuai kontroversi. Karena itu, LGN memandang perlunya sebuah badan hukum yang diakui pemerintah untuk menjalankan kegiatan organisasinya. Atas dasar itu, kini LGN tengah dalam proses pembentukan Yayasan Penelitian Tanaman Ganja sebagai wadah LGN dalam memperjuangkan visi dan misinya.

Sebagaimana dimuat di situs resmi LGN, legalisasiganja.com, visinya menjadikan pohon ganja sebagai salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan seluas-luasnya bagi kehidupan masyarakat Indonesia dan umat manusia pada umumnya.

Misinya antara lain melakukan upaya pendidikan untuk menciptakan kesadaran kritis pada masyarakat, melakukan advokasi serta memperjuangkan terpenuhinya hak asasi manusia yang berkeadilan terkait dengan pemanfaatan pohon ganja, dan membangun komunitas yang peduli dengan pemanfaatan pohon ganja.

Dhira menyebut, berdasarkan penelitiannya dan kawan-kawan LGN, pohon ganja ternyata banyak dampak positif bagi medis yang selama ini seperti ditutup-tutupi. Manfaat itu tersembunyi oleh upaya haramisasi ganja.

“Kami juga tengah menyiapkan buku Hikayat Pohon Ganja. Buku ini berisi hasil penelitian kami terhadap manfaat pohon ganja,” katanya, awal Oktober 2011. “Bulan depan sudah kelar,” sambung pemuda kelahiran Jakarta itu.

Dari hasil penelitian LGN, Dhira memandang, ganja perlu dilegalkan. Banyak sekali manfaatnya. Beberapa negara juga tengah mengupayakan pelegelan ganja, seperti Swiss, Spanyol, Kanada, Jerman, Bangladesh, dan Cina.

Sejarah Pemanfaatan Ganja

Menurut LGN, sebagaimana dilansir di situs resminya, ganja pertama kali diketahui dapat digunakan untuk pengobatan yaitu dalam terapi pharmacopoeia di negeri Cina yang disebut Pen Ts’ao.

Pharmacopoeia adalah sebuah buku yang berisi daftar obat-obatan serta cara persiapan dan penggunaannya. Cannabis disebut sebagai “Superior Herb” oleh Kaisar Shen Nung (2737-2697 SM), yang diyakininya sangat manjur dan mujarab. Cannabis direkomendasikan untuk pengobatan berbagai penyakit umum.

Sekitar periode yang sama di Mesir, ganja digunakan sebagai pengobatan untuk sakit mata. Ramuan ini digunakan di India dalam upacara budaya dan agama, dan dicatat dalam kitab suci teks Sansekerta sekitar 1.400 SM. Ganja dianggap sebagai ramuan kudus dan ditandai sebagai ”soother of grief” atau ”the sky flyer,” dan “surga orang miskin.”

Berabad-abad kemudian, sekitar 700 SM, orang-orang bangsa Asyur menggunakan ramuan yang mereka sebut Qunnabu yang digunakan sebagai dupa. Orang Yunani kuno menggunakan ganja sebagai obat untuk mengobati peradangan, sakit telinga, dan edema (pembengkakan bagian tubuh karena pengumpulan cairan).

Tak lama setelah 500 SM seorang sejarawan dan ahli geografi, Herodotus, mencatat, masyarakat Scythians menggunakan ganja untuk menghasilkan linen yang halus. Mereka juga menyebutnya sebagai rempah Cannabis dan menggunakannya dengan cara menghirup uapnya yang dihasilkan ketika dibakar. Pada tahun 100 SM bangsa Cina telah menggunakan ganja untuk membuat kertas.

Budidaya ganja serta penggunaannya bermigrasi dan bergerak ke berbagai pedagang dan pelancong. Pengetahuan mengenai nilai herbal ini menyebar ke seluruh Timur Tengah, Eropa Timur, dan Afrika.

Sekitar tahun 100 Masehi, Dioscorides, seorang ahli bedah di Legions Romawi di bawah Kaisar Nero, menamakan rempah ini dengan nama Cannabis sativa herbal dan tercatat penggunaannya untuk berbagai obat.

Pada abad kedua, dokter dari negeri Cina yang bernama Hoa-Tho, menggunakan ganja dalam prosedur pembedahan yang disesuaikan pada sifat analgesiknya.

Di India kuno, sekitar tahun 600, penulis Sansekerta mencatat resep untuk ”pills of gaiety” atau “pil keriangan”, yaitu suatu kombinasi antara ganja dan gula.

Pada 1150, umat Islam telah menggunakan serat ganja dalam produksi kertas pertama di Eropa. Ini adalah penggunaan ganja sebagai sumber terbarukan yang tahan lama untuk serat kertas yang berlanjut hingga 750 tahun berikutnya.

Sekitar tahun 1300-an, pemerintah dan otoritas agama khawatir tentang efek psikoaktif pada masyarakat yang mengonsumsi ramuan ganja tersebut dan berusaha menempatkan pembatasan keras terhadap penggunaannya.

Emir Soudon Sheikhouni dari Joneima mengatakan, ganja dilarang digunakan oleh orang miskin. Dia menghancurkan tanaman dan memerintahkan pelanggaran penggunaan ganja. Pada 1484, Paus Innosensius VIII melarang penggunaan Hashish, yaitu suatu bentuk concentrated dari ganja.

Budidaya Cannabis terus berlanjut karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Sedikit lebih dari satu abad kemudian, Ratu Inggris Elizabeth I mengeluarkan dekrit yang memerintahkan agar pemilik tanah yang memegang enam puluh hektar ladang ganja atau lebih harus membayar denda.

Kian hari upaya pelegalan ganja kian gencar. Meskipun batasan hukum yang tegas dan hukuman pidana berat untuk penggunaan terlarang, ganja semakin banyak digunakan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, baik untuk sifat-sifatnya mengubah suasana hati dan penerapannya sebagai obat-obatan yang telah terbukti.

LGN menyebutkan, sebelum adanya larangan, ganja direkomendasikan untuk pengobatan gonore, angina pektoris (konstriksi nyeri di dada karena darah tidak cukup untuk jantung), dan cocok untuk mengatasi tersedak.

Ganja juga dapat digunakan untuk mengatasi insomnia, neuralgia, reumatik, gangguan pencernaan, kolera, tetanus, epilepsi, keracunan strychnine, bronkitis, batuk rejan, dan asma.

Kegunaan lain adalah sebagai phytotherapeutic (nabati terapeutik) termasuk pengobatan borok, kanker, paru-paru, migrain, penyakit Lou Gehrig, infeksi HIV, dan multiple sclerosis.

Kebijakan pemerintah federal Amerika Serikat melarang dokter menggunakan resep ganja, bahkan untuk pasien sakit serius. Pelarangan ini karena alasan efek sampingnya yang mungkin diakibatkan dari efek adiktif cannabis yang berbahaya.

Jaksa Agung AS Janet Reno memperingatkan bahwa para dokter di setiap negara yang memberikan resep ganja pada pasiennya akan kehilangan hak untuk menulis resep, kecuali dari Medicare dan Medicaid dan bahkan dituntut sebagai kejahatan federal, menurut sebuah editorial 1997 dalam Jurnal Kedokteran New England.

HPG Diluncurkan

LGN sungguh-sungguh mengupayakan pelegalan ganja di Nusantara. Apa yang dikata Dhira Oktober lalu tercapai. Pada 7 Desember 2011, buku Hikayat Pohon Ganja diluncurkan di Jakarta.

Buku Hikayat Pohon Ganja disingkat HPG, ditulis tim LGN. Umumnya berisi petunjuk bagi siapa saja yang ingin mengetahui informasi tentang tanaman Ganja atau Cannabis.

HPG mengungkap fakta mengenai manfaat pohon ganja yang sudah berlangsung lama, sejak ribuan tahun lalu. Buku itu disertai referensi ilmiah yang menjamin akurasi dari isi yang disampaikan dalam buku bersampul hijau dengan gambar daun ganja.

Beberapa tokoh turut membuka buku HPG dengan kata pengantar menarik dan meyakinkan pembaca bahwa tanaman ganja bukan sesuatu yang harus ditakutkan.

Salah satunya keluar dari mulut Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat. Menurutnya, pohon ganja salah satu tumbuhan ajaib. Manfaat besar yang dianugerahkan Tuhan melalui tumbuhan itu seolah sirna begitu saja ketika segelintir manusia berusaha menafikan dengan cara menggolongkan tumbuhan ini sebagai narkotika.

“Atau bahkan lebih jauh lagi dengan memberi predikat ‘barang haram’. Persepsi negatif yang sudah tertanam demikian kuatnya pada masyarakat, hendaknya perlu kita luruskan bersama,” katanya.

Dosen Fakultas Psikologi UI Dr Bagus Takwin SPsi MHum juga mengomentarinya. Kata dia, buku itu secara tak langsung seperti hendak mengingatkan pembaca tentang kekuatan-kekuatan manusia mengenali sumber daya-sumber daya yang ada di alam sekaligus menggugah manusia untuk tidak dikuasai ketakutan.

“Kini, sedikit sekali orang yang berani menghadapi ketakutan, berani menghadapi risiko berhadapan dengan bahaya demi mengembangkan diri dan lingkungannya.”

“Upaya para penulis untuk meluruskan pandangan sebagian besar masyarakat megenai ganja perlu disambut gembira karena memang sudah saatnya diskusi mengenai apapun di negeri ini tidak boleh hanya satu arah. Jangan sampai pendapat mayoritas atau yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan selalu menjadi pendapat yang benar,” kata Prof Irwanto PhD, Guru Besar UNIKA Atma Jaya.

Peluncuran HPG dibuka Pembina LGN Iwan Jusack. Om Iwan, panggilan akrabnya, mengatakan, ia sendiri heran mengapa buku itu baru terbit akhir 2011, padahal sudah rampung sejak dua tahun sebelumnya.

“Buku HPG akhirnya diterbitkan oleh PT Gramedia dan ini sangat membanggakan bagi saya,” ujar Om Iwan. Sebagai sebuah perusahaan penerbitan besar di Indonesia, Gramedia tentu mempertimbangkan dulu segala aspek yang akan terjadi pada buku HPG sebelum akhirnya mau menerbitkannya.

Direktur PT Gramedia Wandi S Brata mengemukakan alasan merilis buku itu. ”Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, kadang perlu ada kontroversi, seperti informasi yang tertulis dalam buku HPG,” katanya.

Ia menjelaskan, Gramedia biasanya menerbitkan buku dengan pertimbangan yang umum, namun Gramedia juga menerbitkan buku dengan pertimbangan tertentu.

“Kami menerbitkan buku yang kontroversial ini bukan karena kami suka, tapi kita akui bahwa di dunia ini ada orang-orang ‘gila’ yang tampil merubah dunia.”

Ia mencontohkan salah satu orang “gila” itu adalah Nicholaus Copernicus. Nicholaus mengatakan bumilah yang mengitari matahari, sedangkan pada saat itu gereja mengatakan bahwa matahari yang mengelilingi bumi dengan alasan bumi tempat kita hidup ini berperan sebagai pemimpin di Antariksa.

Akibatnya Nicholaus dipenjara dan diasingkan sampai akhir hayatnya. Setelah tehnologi semakin maju dan membuktikan perkataan Nicholaus, keluarga kerajaan yang dulu menghukum Nicholaus mendapat malu sampai anak cucu.

Dhira salah satu penulisnya juga menyatakan, perjuangan yang dilakukan LGN untuk memanfaatkan tanaman ganja seluas-luasnya untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Salah satu misi LGN yaitu edukasi. Dengan diterbitkannya buku HPG maka masyarakat Indonesia dapat teredukasi tentang pemanfaatan tanaman ganja.

“Buku HPG ini unik, jika buku ini terbit di abad 18 dimana saat itu ganja masih legal, mungkin buku ini menjadi buku yang biasa-biasa saja. Tapi ketika buku ini terbit di abad ke 21, maka buku ini jadi sesuatu yang mengejutkan,” katanya.

Informasi terbaru dari LGN, kini aktivis LGN sedang melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai manfaat ganja. Kedepan, LGN akan mengadakan jajak pendapat legalisasi ganja seperti di Canada, di mana 66 persen responden menyatakan setuju legalisasi ganja.

“Kita berharap hasilnya akan sama atau bahkan lebih tinggi pendukungnya di Indonesia. Untuk itu mari kita dukung terus wacana legalisasi ganja di Indonesia. Legalize it!,” sebut LGN di situs resminya.[]

“pohon ganja salah satu tumbuhan ajaib. Manfaat besar yang dianugerahkan Tuhan melalui tumbuhan itu seolah sirna begitu saja ketika segelintir manusia berusaha menafikan dengan cara menggolongkan tumbuhan ini sebagai narkotika.”

 

Follow Twitter
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar