Adsense Link 728 X 15;

Pergumulan Ideologi Pembaharuan Islam di Indonesia (2)

Posted by selaluadadisiniuntukmu Selasa, 24 Januari 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300
Pergumulan Ideologi Pembaharuan Islam di Indonesia (2)

Sempat perang pemikiran antara lulusan Timur Tengah dan Barat dalam menyuarakan ideologi gerakan pembaharuan Islam Nusantara. Pun begitu, Indonesia berpeluang menjadi pusat peradaban dunia Islam.

Oleh Nab Bahany As

Menegakkan Kembali Konsep Dasar Pembaharuan

Pengumulan pemikiran keislaman dalam wacana pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia memang selalu mewarnai perjalanan sejarahnya.

Polemik Sukarno dengan Muhammad Nasir juga mengukir sejarah tersendiri antara kaum nasionalis dan agamis. Demikian pula periode-periode selanjutnya, terutama era 1970-an hingga 1980-an.

Di era itu pergumulan pemikiran Islam di Indonesia diwarnai antaralumni Timur Tengah dengan kaum terpelajar lulusan Barat (Eropa).

Meski mereka sama-sama beraliran modernis yang ingin membawa umat Islam Indonesia dalam suatu kemajuan, namun dalam gerak keintelektualannya, para alumni Timur Tengah cenderung dilihat sebagai pemikir pembaru berbau tradisi.

Mereka masih dianggap miskin metodologi, tak seperti lulusan Barat yang dinilai kaya metodelogi dalam wacana pemikiran Islam Indonesia.

Pergumulan pemikiran ‘Islam Timur-Barat’ dalam pembaharuan pemikiran Islam Indonesia memuncak di 1970-an. Sampai-sampai menimbulkan pengelompokan dalam kalangan pemikir Islam di tanah air.

Hal itu dapat dilihat reaksi alumni Timur Tengah ketika Nurcholis Madjid alias Cak Nur yang lulusan Barat Eropa menggelindingkan konsep ‘Islam Yes, Partai Islam No’ dalam pemikiran Islam Indonesia. Ungkapan Cak Nur itu cukup mewarnai gerak perkembangan pemikiran pembaharuan Islam Indonesia di era 1970-an hingga 1980-an.

Belum lagi soal jilbab dan ucapan “assalamualaikum” versus “selamat pagi”. Juga pernyataan ketidaksesuaian ayat Alquran dengan perkembangan zaman yang digelindingkan Munawir Sazali.

Semua itu cukup mewarnai pergumulan pemikiran Islam Indonesia hingga memasuki tahun 1980-an. Dalam hal ini secara awam memang sulit dipahami, ke mana sebenarnya arah gerakan politik pembaharuan Islam Indonesia saat itu.

Sebab yang tampak saat itu adalah saling lontar-melontar pemikiran antarkelompok pemikir Islam di Indonesia. Seperti munculnya kelompok Harun Nasution cs, Abdurrahman Wahid cs dan Nurcholis cs. Masyarakat dibuat bingung dalam memahami pemikiran mereka.

Beda dengan para pembaharu Islam sebelumnya, seperti Ahmad Sorkati, Ahmad Dahlan, dan Cokroaminoto. Pembaharuan yang digerakkan mereka tetap relevan dengan ide dasar pembaharuan Islam, yaitu pemurnian akidah umat berdasarkan Alquran dan sunah rasul.

Karena itu, gerakan pembaharuan pemikiran Islam Indonesia dewasa ini hendaknya kembali merujuk konsep-konsep dasar gerakan lama. Namun persoalan dihadapi umat Islam hari ini belum jauh berbeda dengan tujuan perjuangan tokoh-tokoh pembaharuan Islam sebelumnya.

Sebab itu, konsep dasar pembaharuan Islam ini harus ditegakkan kembali oleh pemikir-pemikir Islam di Indonesia. Lebih-lebih dalam menghadapi globalisme yang kini sepenuhnya dimainkan dunia Barat.

Namun ada satu hal yang mesti diingat. Dalam pergumulan pemikiran Islam yang dimainkan para tokoh antarkelompok Harun Nasution cs, Abdurrahman Wahid cs, dan Nurcholis Madjid cs tadi, ternyata dalam perjalanan politik keislaman era Orde Baru berhasil memengaruhi Presiden Suharto berbelot pada dukungan politik keislaman Indonesia.

Hal itu ditandai munculnya Yayasan Amal Muslim Pancasila, munculnya Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), dan Presiden Suharto naik haji bersama keluarganya.

Artinya, penguasa Orde Baru mau tidak mau harus mencari simpati umat Islam sebagai suatu kekuatan ideologi politik keislaman yang harus diperhitungkan Suharto sebagai penguasa tunggal Orde Baru.

“Pergumulan pemikiran ‘Islam Timur-Barat’ dalam pembaharuan pemikiran Islam Indonesia memuncak di 1970-an. Sampai-sampai menimbulkan pengelompokan dalam kalangan pemikir Islam di tanah air.”

Isu Kebangkitan Islam Kedua

Era 1990-an, umat Islam Indonesia mungkin merasa bangga dengan muculnya isu: abad 21 akan terjadi kebangkitan Islam kedua di Asia Tenggara. Umat Islam Indonesia saat itu diperkirakan menjadi pelopor kebangkitan islam kedua tersebut.

Namun isu itu ikut menimbulkan pergumulan wacana berpikir keislaman di Indonesia. Sebagiannya mepertanyakan, apakah kebangkitan Islam kedua akan terjadi pada umat Islam Indonesia bila konsep dasar ke arah kebangkitan itu belum dipersiapkan oleh pemikir-pemikir Islam di Indonesia.

Sementara para pemikir Isla Indonesia saat itu belum ada suatu kesepahaman persepsi memformulasikan kesiapannya menyongsong kebangkitan Islam kedua yang akan datang.

Dari ketidakjelasan itu muncul berbagai sikap dan pandangan terhadap isu kebangkitan Islam kedua. Bagi yang optimis, mereka menyadari perjuangan Islam harus terus ditingkatkan menuju kebangkitan Islam kedua.

Sedang bagi yang pesimis kurang percaya terhadap kemampuan umat Islam dewasa ini. Apalagi kelompok kedua ini melihat daya juang umat Islam sudah kian menurun dan kehilangan orientasinya.

Sementara umat Islam yang apatis, mereka tak perlu tahu menahu. Isu kebangkitan Islam kedua bagi mereka hanyalah semacam utopia dan khayalan belaka. Golongan ini merasa tak ada urusan dengan kondisi umat, yang terpenting hanyalah keselamatan diri dan kelompok yang melindunginya.

Dalam hal ini, baik mempertanyakan: sedang santer-santernya muncul isu kebangkitan Islam kedua di Asia Tenggara, saat bersamaan di pertengahan 1990-an itu, kawasan Asia Tenggara mengalami krisis moneter sangat hebat, terutama Indonesia sebagai negara yang diisukan akan menjadi pelopor dari kebangkitan Islam kedua ini.

Apakah krisis moneter melanda Asia Tenggara kala itu ada hubungannya dengan “skenario Barat” yang akan menjadi ancaman bagi negara-negera Eropa dengan kebangkitan Islam kedua ini.

Saya kira, embusan isu kebangkitan Islam kedua era 1990-an jelas sebagai suatu kekuatan baru umat Islam saat itu yang dapat mengancam dunia Barat, terutama Amerika sebagai negara super power. Mereka tetap tak memberi peluang bangkit bagi dunia Islam untuk menguasai peradaban dan perekonomian dunia.

Isu kebangkitan Islam kedua bagi dunia Barat dianggap sama halnya dengan kekuatan politik Pan Islamisme yang sangat ditakuti negara-negara Barat di akhir abad 18 hingga awal abad 19, karena semangat “Pan Islamisme” adalah gerakan umat Islam dunia untuk menghapus penjajahan Barat atas dunia Islam itu sendiri.

Maka salah satu skenario Barat dalam mematahkan semangat isu kebangkitan Islam kedua di era 1990-an adalah mengembuskan krisis moneter, terutama di Asia Tenggara khusunya Indonesia sebagai negara manyoritas muslim terbesar dunia.

Ekonomi Indonesia diharap terpuruk, hingga sebagai negara yang diisukan akan menjadi pelopor kebangkitan Islam kedua di Asia Tenggra akan melemah dengan persoalan ekonomi yang dihadapinya.

Dalam hal ini, jelas, dunia Barat terutama Amerika punya andil besar dalam membuat krisis moneter di kawasan Asiaâ€"terkait isu kebangkitan Islam keduaâ€"di Asia Tenggara yang sangat santer dibicarakan masa itu.

“Isu kebangkitan Islam kedua bagi dunia Barat dianggap sama halnya dengan kekuatan politik Pan Islamisme yang sangat ditakuti negara-negara Barat..”

Peluang Indonesia Jadi Negara Super Power Dunia Islam

Saat ini ada empat agama besar yang sedang saling memainkan peranan penting dalam memengaruhi peradaban dunia: Kristiani, Hindu, Budha, dan Islam. Dari keempatnya, Islam satu-satunya agama yang tak (belum) memiliki kekuatan pusat peradabannya.

Kristen jelas, pusat power peradabannya adalah Eropa dan Amerika. Begitu pula Hindu, agama yang tergolong sudah tua itu kini pusat peradabannya di India. Demikian pula Budha, kekuatan pusat paradabannya adalah Cina.

Islam, dalam percaturan kekuatan peradaban empat agama besar dunia saat ini, belum satu pun negera Islam yang kokoh dalam memimpin peradaban Islam dunia.

Bila diharapkan pusat peradabannya muncul kembali di negara-negara Islam Timur Tengah, sungguh tak mungkin. Sebab antarnegara Islam Timur Tengah sendiri tak pernah akur dan selalu berkonflik.

Arab Saudi sebagai tempat awal lahirnya agama Islam, dalam kondisi kekinian, juga sungguh tak mungkin menjadi pemimpin negara super power dunia Islam. Di samping wilayahnya kecil, Arab hanya memiliki Ka’bah sebagai kekayaan negaranya. Kalau pun memiliki minyak, mungkin 30 tahun lagi sudah habis.

Ironisnya lagi bocoran terakhir Wikileak. Arab Saudi justru negara paling getol memprovokasi Israel untuk menggempur Irak adalah Arab Saudi. Makanya sangat tak mungkin menjadi pemimpin super power dunia Islam.

Sementara Turki, sebagai negara yang dulunya pernah memimpin kekhalifahan Islam dunia masa Usmaniyah, hari ini juga sulit menjadi negara super power umat Islam. Kini Turki sedang menghadapi persoalan internalnya, yaitu masalah mentalitas blok peradaban antara Islam dan Eropa.

Selama hampir 40 tahun terakhir, Turki ingin bergabung menjadi negera bagian integral dari Uni Eropa. Tapi hingga kini belum diterima. Sementara Eropa Timur baru 17 tahun mengajukan bagian integral dari Eropa langsung diterima sebagai bagian dari Uni Eropa.

Apalagi menurut Paus Paulus, karakter Eropa adalah Kristiani, sementara Turki yang berlatar belakang Islam jelas dianggap tak setara bergabung dengan Uni Eropa. Dari sisi itu Turki dipandang masih tak setara dengan blok-blok peradaban untuk menjadi pemimpin dunia Islam.

Pakistan juga begitu. Meski termasuk kokoh secara keislaman, tapi masih dianggap negara Islam yang belum bisa mewakili blok-blok peradaban dunia.

Apalagi Malaysia, meski akar peradabannya Melayu yang sangat menyatu dengan peradaban Islam, juga belum bisa dijadikan standar sebagai negara super power untuk memimpin dunia Islam. Di samping wilayahnya tergolong kecil, Malaysia juga masih berusia belum setengah abad.

Maka, satu-satunya dianggap layak sebagai negara blok peradaban yang dihormati peradaban lain untuk menjadi pemimpin dunia Islam adalah Indonesia. Dengan catatan, harus solid dan utuh, mulai dari Sabang hingga Merauke.

Tapi dalam hal ini jangan lupa, Aceh juga memegang peranan penting dalam menjadikan Indonesia sebagai negara super power dunia Islam.

Sebab, bila Aceh “merdeka”, besok atau lusa, Irian Jaya juga tak bisa ditahan lagi. Jadi, bila Aceh tidak ditempatkan Indonesia dalam bagian terpenting dari NKRI, bukan tak mungkin Indonesia akan berkeping-keping. Dan tiada lagi harapan bagi dunia Islam untuk menjadikan Indonesia sebagai pemimpin negara super power negara-negara Islam lainnya di dunia.

Sebab, dalam kondisi menciptakan stabilitas global antarblok peradaban dunia saat ini, Indonesia sangat tepat dan memenuhi berbagai persyaratan untuk menjadi negara super power memimpin dunia Islam.

Dari segi wilayah, Indonesia negera terluas dari seluruh negera Islam di dunia yang memiliki hingga tiga zona waktu. Demikian pula kekayaan, Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah. Punya gas terbesar kedua di dunia. Belum lagi sumber energi lain, hutan, dan pesisir yang sangat luas.

Dan yang terpenting, Indonesia punya penduduk muslim terbesar di dunia yang menganut paham keislaman moderat. Tidak berkonflik dengan penganut tiga agama besar dunia lainnya yang ada di Ineonesia.

Dan Indonesia tak pernah mengklaim dirinyanya sebagai “negara agama”, sama dengan Amerika yang 90 persen lebih penduduknya umat kristiani, tapi Amerika bukan negera Kristen. India juga begitu, negera yang manyoritasnya umat Hindu, tapi tak pernah menyebut diri sebagai negara Hindu. Demikian pula Cina, meski manyoritas penduduknya Konghucu/Budha, tapi mereka juga tak menyebutkan diri sebagai negara agama tertentu.

Indonesia, sejak lahir juga tak pernah menyebutkan diri negera agama tertentu, tapi nilai agama mayoritas silakan saja mewarnai kehidupan negara dengan tak menyebut diri sebagai negara agama.

Itulah karakter negara yang dianggap layak menjadi pemimpin dunia. Dan Indonesia jelas memiliki karakter itu untuk menjadi negara super power negara Islam sebagai pusat peradaban Islam dunia.[]Tamat

Nab Bahany As adalah Ketua Lembaga Studi Kebudayaan dan Pembangunan Masyarakat (LSKPM) Banda Aceh.

Follow Twitter
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar